Fenomena Jokowi dan Anti-tesa Prabowo Subianto menempati urutan
teratas pada presentase elektabilitas para capres diantara beberapa
lembaga survei di Indonesia.
Pengamat CSIS, J Kristiadi menuturkan, perang calon presiden pada Pemilu
Pilpres 2014 nanti sebenarnya berkisar antara Jokowi dan Prabowo.
Kristiadi menuturkan beberapa alasan tentang Jokowi. Penampilan Jokowi
dinilai sesuai dengan sentimen publik. Bukan hanya karena penampilannya
yang lugu dan polos, tetapi dia juga mengeksekusi banyak hal yang tidak
pernah dilakukan oleh gubernur lain.
"Jokowi itu antitesa dari semua calon presiden yang ada," tuturnya kepada Media Indonesia (7/10).
Kristiadi mengungkapkan, Pemilu 2014 harus menjadi kemenangan rakyat,
bukan menjadi kemenangan dari para petualang politik. Siapapun yang
menjadi wakil rakyat, atau presiden harus benar-benar bisa wakil rakyat.
"Kita butuh calon presiden yang baru yakni seperti Jokowi yang mampu
menyentuh rakyat secara langsung dan tidak sebatas janji-janji palsu.
Mengenai orang-orang lama, ibaratkan Watuk (dalam bahasa jawa yang
artinya batuk) bisa diobati. Sedangkan watak, itu yang sulit,"
ungkapnya.
Hal senada diungkapkan Pengamat LIPI, Ikrar Nusa Bakti. Ikrar
menuturkan, pemilu 2014 bisa lebih baik dengan adanya calon-calon
presiden baru yang muncul seperti Jokowi dan Prabowo. Ikrar percaya
calon-calon baru ini mampu bersaing dengan calon-calon lama.
"Mengenai orang-orang lama, kalau ada capres baru, tentu orang lebih
memilih mereka, dan tentunya agak sulit bagi orang-orang lama untuk
mendapatkan elektabilitas," tutur Ikrar.
Lanjut Kristiadi, kinerja Jokowi terlihat nyata dan dirasakan langsung
oleh rakyat, terutama warga Jakarta. Fenomena ini menjadikan dirinya
sebagai calon presiden yang pantas bagi rakyat Indonesia.
"Lihat saja Waduk Pluit dan Pasar Tanah Abang. Kedua tempat itu dipenuhi
oleh para mafia, tapi Jokowi tidak gentar. Disikat semua itu. Wajar
saja dalam setengah tahun elektabilitasnya melonjak secara spontanik
dari Desember 2012 dengan presentase 17,7 persen meningkat menjadi 32,5
persen," jelas Kristiadi.
Namun, mengenai Jokowi, Kristiadi mengatakan, tentunya pencalonan Jokowi
menjadi calon presiden adalah kewenangan dari PDIP. Apakah Megawati
bersedia menjadi Ibu Bangsa, atau tetap ingin untuk maju menjadi capres.
"Selain itu, Jokowi juga bisa diganjal pada UU 32/2004 tentang pasal
pengunduran diri pejabat pemerintahan daerah. Begitu juga tekanan
politik dari Prabowo elektabilitasnya terus meningkat," kata Kristiadi.
Mengenai Prabowo, menurut Ikrar, Prabowo memang antitesis dari SBY.
Walaupun muncul capres seperti Prabowo, antitesa itu tidak berlaku lagi.
Rakyat sepertinya tidak ingin memilih dari mantan militer. (Yahya Farid
Nasution)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Boleh komentar apa saja.