Mengabarkan Tentang Sesuatu Untuk Kita

Laman

Miss Indonesia dan Selempang Provinsi


1392698272400427199 BERKELAS internasional, mungkin itulah predikat yang diharapkan penyelenggara Miss Indonesia pada malam final Miss Indonesia 2014 malam tadi (17/2) di RCTI. Ketika 34 gadis muda dan cantik mewakili 34 provinsi di Indonesia dan beraksi sebagaimana halnya ajang kecantikan.


Kalau saja 'penyakit' lama RCTI tidak kambuh, acara ini akan jauh lebih berkesan dan berkelas. Sayangnya durasi yang melar membuat tayangan ini membosankan dan tidak rapi. Sangat jauh berbeda dengan Pemilihan Puteri Indonesia 2014 yang meski berdurasi panjang, tapi rapi dan penentuan jadwal pengumuman semifinalis, dibuat lebih cepat. Tapi pada MI 2014 ini, masyarakat televisi dipaksa menunggu, menunggu, dan menunggu.


English Dimana-mana


Bedanya Puteri Indonesia dan Miss Indonesia bukan 11-12, tapi 1-10 alias berbeda. Kalau dalam PI para puterinya dengan bangga menggunakan bahasa Indonesia, oleh sebab barangkali kemampuan berbahasa asing mereka juga kurang mumpuni, tapi di MI, kebanyakan peserta yang lolos menggunakan bahasa Inggris, layaknya speech contest atau pidato bahasa Inggris.

Standar tinggi MI ini memang dipatok pasca insiden Miss Indonesia 2010 dimana Asyifa Latief dan dua peserta lain di jajaran Top 3, tak mengerti pertanyaan yang dilontarkan dalam bahasa Inggris. Saat itu pertanyannya adalah, apa makna endurance dan apakah diaplikasikan ke kehidupan Anda.
Setelah itu pemenang MI pun adalah puteri yang mahir berbahasa Inggris, sampai-sampai mereka semua memakai bahasa Indolish jika dimintai pendapat atau opini. Sebut saja Inesh Puteri atau Vania Larissa. Saya berharap pemenang MI 2014 ini bangga menggunakan bahasa Indonesia karena ia sedang berhadapan dengan publik Indonesia. Jika pun dia sejak Top 15 sampai Top 3 memakai bahasa Inggris, semata karena ingin menang atau ingin menonjol.

Tapi rasanya lucu saat masyarakat penonton di hall bertepuk tangan usai para puteri ini menjawab pakai bahasa Inggris. Mereka ini tepuk tangan karena mengerti jawabannya, atau memang ikut-ikutan aplause usah mendengar para puteri yang 'canggih' casciscus bahasa Inggris? Sebab saya yakin kemampuan berbahasa Inggris orang Indonesia tidak sefasih orang-orang di Filipina.

Tapi biarlah demikian, karena kemampuan bahasa Inggris adalah modal utama dalam berinteraksi di kancah Miss World. Sementara di ajang kecantikan lain, menggunakan bahasa Inggris itu bukan sesuatu yang harus. Miss Universe misalnya, para latinas dengan bangga memakai bahasa ibu mereka saat menjawab pertanyaan di malam final. Semata agar aman terkendali dan lebih 'nasionalis'. Di babak deep interview pun mereka membawa jasa translator. Whulandary misalnya, ia membawa penerjemah sebagaimana beberapa kontestan lain.


Gadis Kota atau Gadis Daerah?


Semoga sudah jadi pengetahuan bersama, kalau para gadis yang mewakili provinsi di ajang MI ini tidak harus gadis-gadis daerah. Berbeda dengan Puteri Indonesia, di sana ada pemilihan tingkat daerah/regional sebelum akhirnya berlaga di panggung nasional. Namun MI ini hanya membuka audisi di beberapa kota besar saja. Para peserta yang lolos ini akan mendapat selempang provinsi lain, bahkan jika si gadis tak ada 'hubungannya' atau tak berlatar belakang provinsi yang diwakilinya.

13926983831191875038

Dan Maria Astria Sastrayu Rahajeng, seperti namanya yang bernuansa Pulau Dewata, berdomisili di Bali. Latar belakang akademisinya pun tak 'main-main'. Dalam profil di situs Miss Indonesia, Maria disebut pemilik cumlaude dengan IPK sampai 3.7. Ia juga pernah menjadi salah satu perwakilan Indonesia dalam APEC Voice of the Future di Bali. Sampai detik ini saya penasaran almameternya dimana. Apakah dia berkuliah di kampus yang ada di Sulawesi Barat, atau di Bali.

Memang hal itu tak perlu jadi tanda tanya besar karena setiap ajang pasti punya aturan sendiri-sendiri. Tapi kalau Maria adalah gadis Bali, maka ia adalah gadis Bali kedua yang memenangkan mahkota Miss Indonesia. Sebelumnya ada Inesh Puteri yang menang pada tahun 2012. Saat itu dia mewakili Bali. Pemenang tahun 2011, Astrid Elena yang mewakili Jawa Timur, akhirnya mewakili Jawa Timur karena ia dibesarkan di Surabaya. Vania Larissa lahir di Pontianak dan ia tepat mewakili Kalimantan Barat. Ada pula gadis Jawa Barat Asyifa Latief dan Kamidia Radisti yang memang benar-benar orang Sunda.


Perwakilan Papua Barat Dulu dan Sekarang


'Pembagian selempang' ini mungkin jadi PR yang cukup berat bagi panitia. Manakala mereka harus mencari sosok yang punya karakter fisik seperti daerah asal. Pada Miss Indonesia 2011, perwakilan Papua Barat adalah Amanda Roberta Zevannya. Sama seperti tahun ini, ia mendapat juara dua atau runner up 1. Ia lahir di Jakarta dan kemudian didapuk jadi host di Miss World 2013 karena kemampuan bahasa Inggrisnya yang lancar.

 1392698328657899476

Tahun ini wakil Papua Barat benar-benar mewakili provinsi tersebut dari segi fisik. Adalah Rachel Aragay. Ia adalah Puteri Pariwisata Papua Barat 2012 dan Top 10 Puteri Pariwisata Indonesia 2012. Soal kota lahir, masih belum diketahui seperti halnya saat mencoba mengetahui kota lahir Maria Rahajeng. Tapi Rachel adalah mahasiswi Jurusan Evangelism University of Nation America dan pernah menjadi peserta basketball di ASEAN School pada 2007. Ia juga pernah menjadi relawan di daerah pedalaman Meksiko dan Panama dan kini menjadi pemenang dua Miss Indonesia 2014.
*
Puteri Indonesia dan Miss Indonesia adalah dua ajang kecantikan lokal dengan standar penilaian tersendiri. Jika Puteri Indonesia lebih terlihat lokal setidaknya dengan pemakaian gaun kebaya yang konsisten dilakukan tiap malam final, maka Miss Indonesia memakai gaun-gaun modern berwarna cerah. Soal ditanya mana yang lebih menarik, saya pilih Puteri Indonesia, sebab menurut saya lebih mewakili perempuan Indonesia. Rasanya menyenangkan saat mendapati logat Minang Whulandary atau logat Jawa Elvira. Para pemenang Puteri Indonesia yang menang ini pun tak harus selalu fasih berbahasa Inggris. Euforia dan antusias publik pun sama, kebanyakan orang lebih melek pada Puteri Indonesia. Kesuksesan Whulandary di ajang Miss Universe saja lebih bergaung ketimbang Vania yang masuk Top 7 di Miss World yang jelas-jelas diselenggarakan di Indonesia.

Yang jelas kemudian, datang dari provinsi manapun, ketika diputuskan jadi pemenang, mereka membawa nama Indonesia. Mewakili gadis Indonesia lain pada umumnya. Perkara merasa terwakili atau tidak, tiap orang juga punya standar tersendiri untuk itu.

*

Bedanya Puteri Indonesia dan Miss Indonesia (Artikel sebelum malam final)

1392208888595442816

BAGI yang buta pageant atau kontes kecantikan, masih banyak yang tidak bisa membedakan Miss Indonesia dan Puteri Indonesia. Bahkan Deddy Corbuzier beberapa kali melakukan kesalahan yang sama saat mewawancarai Whulandary. Presenter tanpa rambut di kepalanya itu bertanya "jadi Anda mau ke miss world eh universe .." dan hal itu dilakukannya berulang kali. Seharusnya seseorang belajar banyak untuk mencari tahu hal dasar narasumber yang didatangkan.

Setidaknya kebingungan soal Miss-miss-an bagi masyarakat Indonesia itu hal yang wajar. Setidaknya kemudian teman saya menjawab perihal perbedaan tersebut. Dia yang tak buta pageant sepenuhnya itu menjawab, bahwa jika pemenang Pemilihan Puteri Indonesia dikirim ke Miss Universe, maka pemenang Miss Indonesia dikirim ke Miss World. Saya pun menambahkan Jika Puteri Indonesia dilakukan sejak tahun 1994-an, maka Miss Indonesia diselenggarakan tahun 2005-an.

Dan kemudian dia berkata dengan ragu, karena pembicaraan masalah ini selalu diseret-seret seseorang sebagai pembicaraan SARA. "Tapi pemenang Miss Indonesia itu kebanyakan chinesse ya?"

Meski mengiyakan saya pun menjawab, "kebetulan aja kali .."

Faktanya, barangkali saja memang serba kebetulan kalau pemenang Miss Indonesia ini 'canggih-canggih'. Dikatakan canggih karena kebanyakan mereka bersekolah di luar negeri. Vania Larissa saja di usianya yang 17 tahun bersekolah di luar negeri. Pemenang sebelumnya juga tak jauh beda.
Dari segi fisik, mereka juga hampir mirip dengan wajah bulat, kulit amat terang mulus, dan fasih casciscus bahasa Inggris. Mereka adalah pemenang pertama Miss Indonesia, kemudian Sandra Angelia, Karenina Sunny Halim, Astrid Elena, dan Vania Larissa. Dari namanya saja sudah kelihatan 'canggih' dan modern. Dari tahun-tahun itu wajah 'lokal' datang dari pemenang Jawa Barat. Sebut saja Kamidia Radisti dan Asyifa Latief. Ada juga gadis Bali Inesh Puteri.

"Fakta" lainnya adalah kalau kebanyakan pemenang Miss Indonesia ini pemilik ragam bahasa 'Indolish'. Belakangan Puteri Indonesia pun ternyata melakukannya seperti halnya dua pemenang di dua tahun terakhir.

Sementara soal prestasi, dua-duanya cukup membanggakan. Miss Universe adalah kontes kecantikan yang sulit untuk ditembus. Lewat perwakilan Artika Sari Devi dan Whulandary, nama Indonesia mulai diperhitungkan di ajang pageant. Bandingkan dengan negara lain yang sejak tahun 50'an ikut namun kurang menunjukkan prestasi. Tidakkah perempuan Indonesia hebat-hebat?

Bagi yang matanya melulu terpicing sama kontes kecantikan beginian, tentu mereka tak akan menjadikan ajang ini sebagai tolok ukur. Tapi dunia tidak hanya mengenal piala dunia atau kegiatan maskulinitas. Dunia juga milik perempuan.

Sementara di Miss World, sejak keikutsertaannya Indonesia beberapa kali menorehkan prestasi. Puncaknya adalah mendapatkan posisi Top15 dua kali berturut-turut dan Top 10 untuk tahun kemarin.


Perbedaan Mencolok Lainnya


Perbedaan mencolok lainnya datang dari proses seleksi. Jika PPI adalah peserta yang sebelumnya mengikuti ajang tingkat daerah, maka Miss Indonesia adalah 'comotan' dari audisi besar di beberapa kota. Tidak mengherankan jika wakil dari provinsi tertentu di Miss Indonesia, kurang/tidak cukup mewakili 'gadis daerah'.

Saya iseng menyaksikan video pendek peserta Miss Indonesia ini (Miss Indonesia 2014 masuk masa karantina sejak awal Februari dan malam final diberlangsungkan tanggal 17 Februari). Salah satu wakil dari provinsi Jambi bahkan menyebut dirinya mewakili Kota Jambi. Bukankah idealnya dia berkata kalau ia wakil dari Provinsi Jambi? Yeah, Jambi juga nama kota. Tapi dia sedang mewakili provinsi sekarang.

Hal yang lebih unik contohnya adalah saat perwakilan Papua, sempat diwakili oleh gadis yang berwajah oriental. Adaah Amanda Roberta Zevannya. Masih ingat dengan presenter perempuan dalam helatan Miss World 2013 kemarin? Ya, dia orangnya.

Gadis ini menjadi pemenang kedua/runner up 1 Miss Indonesia 2011 dan mewakili propinsi Papua Barat. Dia juga finalis Gadis Sampul 2011. Apakah dia benar-benar gadis daerah dari papua Barat? Saya perlu mendalami hal itu. Bisa saja dia punya keluarga di Papua Barat. Tapi menurut wikipedia, dia lahir di Jakarta dan alumnus FISIP Universitas Indonesia. Mungkin seseorang harus memintanya mengucapkan bahasa daerah. Ya, itu yang perlu diterapkan untuk wakil-wakil lain. Rasanya aneh kalau wakil provinsi sendiri tidak tahu bahasa daerah sendiri.

*

Acara televisi harus dipahami sebagai acara. Seseorang harus mengartikannya bukan sebagai ajang kamuflatif, tapi begitulah cara bagaimana industri pertelevisian harus berjalan. Seperti halnya aksi sulap yang bertujuan mengagumkan banyak orang. Tapi tentunya selalu ada trik dan tipuan kamera dalam sulap itu sendiri. Nah soal bagaimana 'menyembunyikan atau mengakalinya', di situlah kreator acara harus lebih kreatif lagi. Lagipula yang penting, tak begitu masalah siapa wakilnya. Yang penting prestasi di kancah internasional. Maksud saya ketika seorang pemenang punya selempang Indonesia, maka dia tidak mewakili provinsi tertentu lagi, tapi nama negara.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Boleh komentar apa saja.

POSTING TERBARU

Arsip Blog

Total Tayangan Laman

z

Tiket Pesawat Murah Ada: Disini

Sponsor

Sistema Enlaces Reciprocos
Code tukar link

Tampilan seperti ini: kabar berita