Biarpun status saya sekarang sudah bukan mahasiswi lagi, tetapi
sebagai bekas mahasiswi, saya mau membagi cerita-cerita saya ketika saya
sempat menjadi mahasiswi dulu. Semoga bermanfaat untuk yang membacanya.
Dulu saya kuliah di fakultas ekonomi jurusan akuntansi. Berasal dari keluarga dengan ekonomi pas-pasan, saya berharap dengan mengambil jurusan itu, saya akan dengan mudah mencari lowongan pekerjaan. Lowongan sebagai accounting memang banyak saya temui di halaman koran.
Di awal perkuliahan, saya merasa santai alias tidak terbebani dengan biaya kuliah karena orang tua masih mampu untuk itu. Tetapi jelang semester 5, orang tua saya angkat tangan alias tidak sanggup lagi. Kebutuhan hidup semakin tinggi sedangkan ayah saya sudah pensiun sejak tahun pertama saya masuk kuliah.
Semua pilihan akhirnya kembali pada saya. Meneruskan atau berhenti. Akhirnya, di semester lima saya memutuskan mengambil cuti. Saya tidak punya uang untuk membayar uang semesteran plus SKS yang lumayan besar nilainya.
Galau? Pastinya. Tapi walau saya memutuskan untuk cuti, bukan berarti saya ingin berhenti. Saya masih bermimpi ingin selesaikan kuliah saya, minimal S1.
Saya pun curhat pada salah satu teman saya. Berharap bisa memberikan solusi. Tiba-tiba, teman saya nyeletuk setelah dia minta saya berjanji untuk menjaga rahasia tentangnya.
“Gue kenalin sama Om Benny mau gak? Dia kenalannya juga banyak. Dia pasti bisa bantu elo. Yah, kalo urusan duit buat kuliah aja sih keciiil. Elo pasti bisa dapetin lebih dari itu.”
Saya yang masih lugu pada saat itu bingung. Tidak mengerti atas maksud yang disampaikan oleh teman saya. Setelah lebih detail dia cerita, saya langsung menolak mentah-mentah.
Jujur saja, meski saya tengah butuh uang, tapi saya masih ingin mencari uang dengan cara yang baik. Dibilang munafik pun saya terima saja.
“Emang loe pikir duit kuliah gue dari mana? Hari gini nyari kerjaan emang gampang? Gak usah munafiklah.”
Setelah itu, saya baru sadar. Teman saya ternyata berprofesi sebagai ‘ayam kampus’. Teman saya itu, sebut saya namanya Vera (bukan nama sebenarnya), maaf bukan saya merendahkan, dia berasal dari keluarga biasa dengan adik yang jumlahnya banyak dan masih kecil-kecil.
Vera berwajah cantik, putih, tinggi semampai. Tubuhnya dibalut dengan pakaian dan tas-tas bermerek. Wangi parfumnya saja sudah tercium dari radius 10 meter. Setiap ke kampus, dia selalu diantar dan dijemput oleh mobil yang berbeda-beda. Tapi saya tidak pernah tahu dan tidak mau tahu juga siapa orang yang di dalam mobilnya itu.
Karena satu kelas, kami cepat akrab. Tapi saya tidak pernah berusaha mencari tahu tentang Vera lebih jauh. Vera hanya pernah bercerita ia kuliah sambil bekerja. Hal itulah yang membuat saya teringat untuk curhat pada Vera ketika saya membutuhkan pekerjaan.
Saat itu saya membutuhkan uang untuk membiayai kuliah saya, bukan untuk mengubah gaya hidup saya. Vera bercerita awalnya dia memang butuh uang agar bisa kuliah, tetapi dalam perjalanannya, ia harus terus menghiasi penampilan agar selalu terlihat ‘mahal’ di mata para om-om itu. Bahkan dengan polosnya Vera cerita salah satu dosen di kampus kami ada yang menjadi langganannya. Alamak!
Akibatnya, kuliah hanya sebagai status saja. Pada kenyataannya Vera lebih sering bolos kuliah. Jadi dalih menjadi ayam kampus demi kuliah itu, ‘basi’ banget kan?
Singkat cerita, akhirnya saya mendapatkan pekerjaan yang menurut saya lebih mulia daripada tawaran Vera. Selama cuti, saya mendapatkan pekerjaan sebagai ‘part timer’ di sebuah restoran fast food ayam goreng yang cukup terkenal di Indonesia. Saya menjadi pelayan yang bekerja di seputaran dining hall dulu alias tempat pengunjung menikmati makanan mereka.
Pekerjaan saya adalah menyapu, mengepel, menyikat lantai, membersihkan kaca, mengangkat piring yang kotor, mengelap meja, mencuci piring, membagikan flyer, dan terakhir saya diberi kesempatan menjadi kasir.
Dengan upah harian kotor senilai Rp 27,500,-/hari (senin-jumat) dan Rp 35,000,-/hari (sabtu-minggu-libur merah) di luar tips dari pengunjung, sudah cukup membuat saya bahagia. Meski capek karena saya harus bekerja full dari jam 8 pagi hingga 7 malam. Tapi semua letih terbayar ketika pada akhirnya saya bisa mengumpulkan uang untuk biaya saya melanjutkan kuliah.
Selain itu, saya juga nyambi berjualan kecil-kecilan sebagai penjual kosmetik (by brochure), pakaian, bunga, kue-kue, bahkan sempat juga menjajal bisnis MLM di sela-sela perkuliahan dan pekerjaan di restoran. Desakan keadaan, membuat saya harus berpikir lebih kreatif dan kreatif lagi. Apa pun yang berbau menghasilkan uang saya kerjakan asal halal.
Akhirnya saya bisa kembali kuliah lagi walau tertunda satu semester. Saya memutuskan mengambil kelas malam agar siangnya bisa bekerja. Terus begitu sampai saya bisa menyelesaikan kuliah saya.
Setelah lulus, saya pun mendapat tawaran dari HRD pusat sebagai manager store di salah satu restoran di luar kota. Namun saya menolak halus karena tidak lama sejak wisuda, saya sudah terlanjur menerima pekerjaan di salah satu perusahaan leasing sebagai customer service.
Tiga tahun berikutnya, saya pindah lagi pekerjaan. Jauh lebih baik dari sebelumnya. Saya hanya bisa bersyukur dan bersyukur. Apalagi ketika mengenang perjalanan saat susahnya mencari uang sendiri demi bayar uang kuliah. Hinaan dari customer yang rese dan godaan dari om-om genit yang menjadi pengunjung di restoran tempat saya bekerja pun tak pernah luput dari ingatan saya.
Saya juga jadi sering mengenangnya dari balik kaca jendela di lantai 21 gedung pencakar langit tempat saya bekerja (Jl. Gatot Subroto- Jkt) sebagai accounting (sesuai jurusan kuliah saya) di sebuah perusahaan milik asing yang cukup bonafide, merangkap sebagai orang kepercayaan bos saya yang seorang ekspatriat asal Korea.
Hidup ada banyak pilihan, tetapi semua kembali kepada kita sebagai pengambil keputusan. Lebih baik banyak pertimbangan daripada menyesal di kemudian hari. Lebih indah segera menolak suatu tawaran kesenangan sesaat namun pada akhirnya hanya akan menjerumuskan kita nanti.
Seperti teman saya Vera yang selentingan kabar saya dengar sekarang profesinya menjadi simpanan pejabat daerah di kota saya, tetapi status media sosial yang selalu ia up date seolah memberikan ‘tanda’ bahwa ia seperti tidak bahagia dengan kehidupannya.
Ah, saya ko’ jadi tiba-tiba ingin menangis lagi bila ingat masa-masa itu.
Udah dulu yah. Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca tulisan ini.
Dulu saya kuliah di fakultas ekonomi jurusan akuntansi. Berasal dari keluarga dengan ekonomi pas-pasan, saya berharap dengan mengambil jurusan itu, saya akan dengan mudah mencari lowongan pekerjaan. Lowongan sebagai accounting memang banyak saya temui di halaman koran.
Di awal perkuliahan, saya merasa santai alias tidak terbebani dengan biaya kuliah karena orang tua masih mampu untuk itu. Tetapi jelang semester 5, orang tua saya angkat tangan alias tidak sanggup lagi. Kebutuhan hidup semakin tinggi sedangkan ayah saya sudah pensiun sejak tahun pertama saya masuk kuliah.
Semua pilihan akhirnya kembali pada saya. Meneruskan atau berhenti. Akhirnya, di semester lima saya memutuskan mengambil cuti. Saya tidak punya uang untuk membayar uang semesteran plus SKS yang lumayan besar nilainya.
Galau? Pastinya. Tapi walau saya memutuskan untuk cuti, bukan berarti saya ingin berhenti. Saya masih bermimpi ingin selesaikan kuliah saya, minimal S1.
Saya pun curhat pada salah satu teman saya. Berharap bisa memberikan solusi. Tiba-tiba, teman saya nyeletuk setelah dia minta saya berjanji untuk menjaga rahasia tentangnya.
“Gue kenalin sama Om Benny mau gak? Dia kenalannya juga banyak. Dia pasti bisa bantu elo. Yah, kalo urusan duit buat kuliah aja sih keciiil. Elo pasti bisa dapetin lebih dari itu.”
Saya yang masih lugu pada saat itu bingung. Tidak mengerti atas maksud yang disampaikan oleh teman saya. Setelah lebih detail dia cerita, saya langsung menolak mentah-mentah.
Jujur saja, meski saya tengah butuh uang, tapi saya masih ingin mencari uang dengan cara yang baik. Dibilang munafik pun saya terima saja.
“Emang loe pikir duit kuliah gue dari mana? Hari gini nyari kerjaan emang gampang? Gak usah munafiklah.”
Setelah itu, saya baru sadar. Teman saya ternyata berprofesi sebagai ‘ayam kampus’. Teman saya itu, sebut saya namanya Vera (bukan nama sebenarnya), maaf bukan saya merendahkan, dia berasal dari keluarga biasa dengan adik yang jumlahnya banyak dan masih kecil-kecil.
Vera berwajah cantik, putih, tinggi semampai. Tubuhnya dibalut dengan pakaian dan tas-tas bermerek. Wangi parfumnya saja sudah tercium dari radius 10 meter. Setiap ke kampus, dia selalu diantar dan dijemput oleh mobil yang berbeda-beda. Tapi saya tidak pernah tahu dan tidak mau tahu juga siapa orang yang di dalam mobilnya itu.
Karena satu kelas, kami cepat akrab. Tapi saya tidak pernah berusaha mencari tahu tentang Vera lebih jauh. Vera hanya pernah bercerita ia kuliah sambil bekerja. Hal itulah yang membuat saya teringat untuk curhat pada Vera ketika saya membutuhkan pekerjaan.
Saat itu saya membutuhkan uang untuk membiayai kuliah saya, bukan untuk mengubah gaya hidup saya. Vera bercerita awalnya dia memang butuh uang agar bisa kuliah, tetapi dalam perjalanannya, ia harus terus menghiasi penampilan agar selalu terlihat ‘mahal’ di mata para om-om itu. Bahkan dengan polosnya Vera cerita salah satu dosen di kampus kami ada yang menjadi langganannya. Alamak!
Akibatnya, kuliah hanya sebagai status saja. Pada kenyataannya Vera lebih sering bolos kuliah. Jadi dalih menjadi ayam kampus demi kuliah itu, ‘basi’ banget kan?
Singkat cerita, akhirnya saya mendapatkan pekerjaan yang menurut saya lebih mulia daripada tawaran Vera. Selama cuti, saya mendapatkan pekerjaan sebagai ‘part timer’ di sebuah restoran fast food ayam goreng yang cukup terkenal di Indonesia. Saya menjadi pelayan yang bekerja di seputaran dining hall dulu alias tempat pengunjung menikmati makanan mereka.
Pekerjaan saya adalah menyapu, mengepel, menyikat lantai, membersihkan kaca, mengangkat piring yang kotor, mengelap meja, mencuci piring, membagikan flyer, dan terakhir saya diberi kesempatan menjadi kasir.
Dengan upah harian kotor senilai Rp 27,500,-/hari (senin-jumat) dan Rp 35,000,-/hari (sabtu-minggu-libur merah) di luar tips dari pengunjung, sudah cukup membuat saya bahagia. Meski capek karena saya harus bekerja full dari jam 8 pagi hingga 7 malam. Tapi semua letih terbayar ketika pada akhirnya saya bisa mengumpulkan uang untuk biaya saya melanjutkan kuliah.
Selain itu, saya juga nyambi berjualan kecil-kecilan sebagai penjual kosmetik (by brochure), pakaian, bunga, kue-kue, bahkan sempat juga menjajal bisnis MLM di sela-sela perkuliahan dan pekerjaan di restoran. Desakan keadaan, membuat saya harus berpikir lebih kreatif dan kreatif lagi. Apa pun yang berbau menghasilkan uang saya kerjakan asal halal.
Akhirnya saya bisa kembali kuliah lagi walau tertunda satu semester. Saya memutuskan mengambil kelas malam agar siangnya bisa bekerja. Terus begitu sampai saya bisa menyelesaikan kuliah saya.
Setelah lulus, saya pun mendapat tawaran dari HRD pusat sebagai manager store di salah satu restoran di luar kota. Namun saya menolak halus karena tidak lama sejak wisuda, saya sudah terlanjur menerima pekerjaan di salah satu perusahaan leasing sebagai customer service.
Tiga tahun berikutnya, saya pindah lagi pekerjaan. Jauh lebih baik dari sebelumnya. Saya hanya bisa bersyukur dan bersyukur. Apalagi ketika mengenang perjalanan saat susahnya mencari uang sendiri demi bayar uang kuliah. Hinaan dari customer yang rese dan godaan dari om-om genit yang menjadi pengunjung di restoran tempat saya bekerja pun tak pernah luput dari ingatan saya.
Saya juga jadi sering mengenangnya dari balik kaca jendela di lantai 21 gedung pencakar langit tempat saya bekerja (Jl. Gatot Subroto- Jkt) sebagai accounting (sesuai jurusan kuliah saya) di sebuah perusahaan milik asing yang cukup bonafide, merangkap sebagai orang kepercayaan bos saya yang seorang ekspatriat asal Korea.
Hidup ada banyak pilihan, tetapi semua kembali kepada kita sebagai pengambil keputusan. Lebih baik banyak pertimbangan daripada menyesal di kemudian hari. Lebih indah segera menolak suatu tawaran kesenangan sesaat namun pada akhirnya hanya akan menjerumuskan kita nanti.
Seperti teman saya Vera yang selentingan kabar saya dengar sekarang profesinya menjadi simpanan pejabat daerah di kota saya, tetapi status media sosial yang selalu ia up date seolah memberikan ‘tanda’ bahwa ia seperti tidak bahagia dengan kehidupannya.
Ah, saya ko’ jadi tiba-tiba ingin menangis lagi bila ingat masa-masa itu.
Udah dulu yah. Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca tulisan ini.
selamat dan sukses atas perjuangan gigih diri anda, semoga menjadi bahan inspirasi para wanita tiang negara.
BalasHapus
BalasHapusVimax Canada Cod
Forex Cod
Viagra USA Cod
Hammer Of Thor Cod Jakarta
Titan Gell Original
KLG Pill Cod Jakarta
Perangsang Ampuh
Hammer Of Thor Depok Cod
Hammer Of Thor Sintang Cod